Latest Post

Mahasiswa PBSI Unsyiah Kunjungi Serambi

Written By Unknown on Kamis, 08 Januari 2015 | 03.53

BANDA ACEH – Puluhan mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Syiah Kuala mengunjugi Newsroom Harian Serambi Indonesia di Gampong Meunasah Manyang, Ingin Jaya, Aceh Besar, Selasa (30/12/2014) pagi.

Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali berbincang dengan Puluhan mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Universitas Syiah Kuala yang didampingi dosen pengasuh mata kuliah jurnalistik pada PBSI FKIP Unsyiah, Mohd Harun Al Rasyid saat berkunjung ke Newsroom Harian Serambi Indonesia di Gampong Meunasah Manyang, Ingin Jaya, Aceh Besar, Selasa (30/12).SERAMBI/BUDI FATRIA
Kunjungan 50 mahasiswa-mahasiswi tersebut dipimpin langsung oleh Dosen Pengasuh Mata Kuliah Jurnalistik pada PBSI FKIP Unsyiah, Mohd Harun Al Rasyid. Rombongan dari Unsyiah ini diterima langsung oleh Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali, Wakil Redaktur Pelaksana M Nasir Nurdin, dan jajaran wartawan.

Dalam kesempatan tersebut, Mohd Harun Al Rasyid dan para mahasiswa bertanya seputar proses penggarapan berita oleh wartawan hingga percetakan Harian Serambi Indonesia. Mereka juga bertanya tentang bagaimana cara untuk menulis di Serambi Indonesia. Semua pertanyaan dari mahasiswa tersebut dijawab oleh Bukhari M Ali, dan M Nasir Nurdin.

Sedangkan diakhir pertemuan para mahasiswa dan mahasiswi saling berfoto bersama dengan jajaran redaksi Serambi Indonesia. Bahkan mereka juga dibawa melihat proses percetakan koran, dan cetak komersil di lantai satu Kantor Serambi Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, selain melihat proses percetakan komersil, dan mesin percetakan koran, para mahasiswa mengabadikannya lewat foto bersama dalam berbagai posisi (Serambi Indonesia).

FREFIKS VERBAL BAHASA ACEH (VERBAL PREFIXES OF BAHASA ACEH)

Written By Unknown on Selasa, 16 September 2014 | 11.30

 FREFIKS VERBAL BAHASA ACEH (VERBAL PREFIXES OF BAHASA ACEH)


Armia*

ABSTRACT

Keywords: verb preffix, first personal pronoun
This research entitled “Verbal Prefixes of Bahasa Aceh”, aims at description verbal prefixes forms in Bahasa Aceh and the meaning conveyed it. Descriptive qualitative was used in this study. To obtain the data needed, researchers carefully recording through interview and directly listen to the speaker of the language being researched. Verbal prefixes of Bahasa Aceh consists of conventional prefix meu-/ mu-, peu-/ Pu-, and teu-, all of them construct active verb. Verbal prefix of personal pronoun consists of first singular pronoun lôn-, ku-. First personal pronoun plural meu-, ta-. Second personal pronoun singular ka-, ta- and neu-. Second personal pronoun plural also ka-, ta-, and neu-. Third personal pronoun singular and third plural is ji- and geu-. The meaning conveyed based on root word, however, this prefix directly conveys the doer of activity.


* Armia adalah Staf Pengajar Prodi PBSI FKIP Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh


PENDAHULUAN
    Aceh merupakan salah satu provinsi yang merupakan salah satu wilayah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Provinsi yang terletak di ujung pulau sumatera ini tepatnya terletak pada 2-6 C lintang Utara dan 95-98 C Bujur Timur, dengan luas 55.390 km. Provinsi ini berbatasa se
Peta bahasa Aceh.
belah utara dan timur dengan selat Malaka, sebelah barat dengan Samudra India dan sebelah selatan dengan provinsi Sumatera Utara.

    Aceh, dengan ibu kota Banda Aceh sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2000, secara administratif mempunyai enam belas kabupaten, yaitu Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Siemeulu, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara. Aceh juga mempunyai empat pemerintahan kota, yakni Sabang, Banda Aceh, dan Langsa.

    Selain kekayaan alam yang melimpah, Aceh juga memiliki kekayaan bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah yang terdapat di daerah ini berbeda satu sama lain, khususnya kosa kata. Sulaiman (1979:15-16) mengatakan bahwa tidak kurang dari sembilan belas bahasa daerah terdapat di Aceh. Bahasa-bahasa teersebut adalah bahasa Gayo, bahasa Tamiang, bahasa Alas, bahasa Jamee, bahasa Kluet, bahasa Singkil, bahasa Defayan, bahasa Sigulai, dan bahasa Aceh.
    Bahasa Aceh sebagai salah satu bahasa daerah di Aceh mempunyai pemakainya sekitar 2.5 juta orang dari jumlah pendududuk kurang lebih empat juta orang. Bahasa Aceh termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia Barat, yang dikatakan oleh beerapa linguis mempunyai pertalian erat dengan bahasa Mon-Khmer dan bahasa Campa di daratan Asia Tenggara.
    Berdasarkan uraian di atas bahasa Aceh mempunyai Wilayah Pemakaian yang paling luas dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah lain yang terdapat di Aceh. Bila ditinjau dari keberadaannya bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa yang digunakan di Aceh. Bahasa ini digunakan secara aktif oleh sebagian besar masyarakat Aceh sebagai sarana komunikasi antarwarga di Aceh. Bahasa Aceh mempunyai tata bunyi, tata kata, dan tata kalimat tersendiri. Oleh karena itu, bahasa Aceh perlu dipelihara, dikembangkan, dan dikaji secara ilmiah.
Bahasa Aceh selain mempunyai tata bahasa tersendiri juga mempunyai empat dialek geografis, yakni dialek Aceh besar, dialek pidie, dialek Aceh utara, dan dialek Aceh barat (asyik, 1978: 1). Keempat dialek tersebut walaupun terdapat perbedaan bunyi dan kosa kata namun tetap dapat dipahami oleh penutur bahasa Aceh secara keseluruhan.
Selain mempunyai tata bahasa tersendiri dan kekayaan dialek yang beragam, bahasa Aceh juga mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan itu dapat dilihat pada           bidang fenologi, morfologi dan sintaksis. Salah satu keunikan dalam bahasa Aceh terdapatr pada bidang morfologi. Bahasa Aceh mempunyai persesuaian pronomina persona dalam membentuk kata kerja. Persesuaian pronomina persona itu diistilahkan oleh Asyik 1978 sebagai pronomina prefiks.
Persesuaian pronomina persona dalam bahasa Aceh terdiri atas persesuaian pronomina persona pertama tunggal, persesuaian pronomina kedua tunggal, persesuaian pronomina kedua jamak, persesuaian pronomina persona ketiga tunggal, dan persesuaian pronomina pesona ketiga jamak. Persesuaian pronomina persona tersebut masih menjadi tanda tanya bagi pemakai bahasa Aceh dalam penggunaannya.
Bagaimanakah pemahaman penutur bahasa Aceh terhadap frefiks verbal bahasa Aceh masih perlu diteliti secara mendalam. Banyak penutur bahasa Aceh tidak sadar bahwa kata yang diucapkan merupakan kata yang harus disesuaikan prefiksnya berdasarkan penuturan kata itulah yang menjadi frefiks verbal dalam bahasa Aceh.
Oleh karena itu, untuk mendeskripsikan bahasa Aceh secara keseluruhan perlu dilakukan penelitian-penelitian secara khusus tentang bagian–bagian tertentu. Baian-bagain tertentu itu mencakup seperti bidang fonologi, morfologi da sintaksis.
Indikasi tersebut menunjukkan bahwa bahasa Aceh, khususnya prefiks verbal dan makna yang merupakan bagian dari merfologi yang sangat perlu diteliti. Penelitian ini bermanfaat sebagai pedoman penggunaan bahasa Aceh secara benar. Penelitian ini juga dapat menjadi sumbangan untuk pemeliharaan dan pengembangan bahasa Aceh.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka yang menjadi tumpuan penelitian ini adalah:
1.    Mengumpulkan data tentang penggunaan kata berawalan dalam bahasa Aceh.
2.    Menganalisis penggunaannya kalimat dalam bahasa Aceh.
3.    Menentukan prefiks (awalan) yang membentuk kata kerja dalam bahasa Aceh.
4.    Menentukan makna yang dinyatakan oleh prefiks (awalan) verbal dalam bahasa Aceh.


Rumusan Masalah
    Bedasarkan fokus penelitian ini, yakni tentang prefiks verbal bahasa Aceh, masalah penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut.
(1)    bagaimanakah bentuk prefiks verbal dalam bahasa Aceh
(2)    makna apa sajakah yang dinyatakan oleh prefiks verbal dalam bahasa Aceh.

Tinjauan Pustaka
    Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori linguistik struktural. Teori ini berpandanagan bahwa setiap bahasa mempunyai struktur tersendiri. Analisis struktur bersifat singkronis, yakni berusaha memberikan deskripsi objektib tentang struktur bahasa dan dianalisis berdasarkan struktur bahasa pemakaian bahasa tersebutoleh penutur pada kurun waktu tertentu, yang dalam penelitian ini adalah masyrakat Aceh  pada saat ini.
    Penerapan teori linguitik struktural didasarkan atas anggapan bahwa bahasa Aceh merupakan kumpulan satuan linguitik yang bersistem. Dengan perkataan lain, bahasa Aceh merupakan bahasa yang bersistem dan sistemis. Teori memberi perhatian yang ekplisit kepada berbagai unsur bahasa sebagai struktur dan sistem (Kridalaksana, 1982:157).
    Selain itu, Djajasudarma (1993: 65) menjelaskan bahwa dalam kajian morfologi ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebagai modal, yakni word paradigma (WP, item and argrement (IA), dan item and Process (IP). Ddalam bahasa infleksi atau bahasa sintesis kata merupakan satuan kompleks yang di dalamnya terkandung banyak kategori gramatikal yang mendasar seperti personal dan jumlah.
    Di samping itu, teori tentang makna juga dipakai dalam terri ini. Bagaimanapun bentuk atau struktur suatu bahasa tidak dapat dipisahkan denga  makna. Wallace dan Chafe (dalam Djajsudarma, 1993:5) mengungkapkan bahwa berpikir tentang bahasa, sebenarnya sekaligus melibatkan makna.
    Dalam pada itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pemikiran-pemikiran Asyik (1978), Badudu (1983), Verhaar (1995;1999), Ramlan (1997), Djajasudarma (1986; 1993), Samsuri (1994), Nida (1994), Sulaiman (1979), Kridalaksana (1982; 1996), Mattheuws (1979), Alwi, dkk. (1998) dan Sudaryanto (1985; 1986; 1988).
    Verba bahasa Aceh dapat dilihat dari beberapa segi, yakni segi moefologis, sintaksis , dan semantis.
(1) Tinjauan Morfologis
    Verba bahasa Aceh adalah semua kata yang bisa dilekatkan dengan persesuaian pronomina (agreement), yaitu persesuaian pronmina persona pertama tunggal; lôn-, ku-; pronomina pertama jamak; meu-, ta-; persesuaian pronomina persona kedua tunggal; ka-, ta -, neu-; persesuaian kedua jamak; ka-, ta-, neu-; persesuaian ketiga tunggal ji-, geu-, neu-; dan persesuaian ketiga jamak ji-, ji-, ji-.
    Berdasarkan pronomina persona dalam bahasa Aceh yang tersebut di atas tinjauan morfologisnya sebagai berikut.
Lôn hana lôn-woe dilèe.
Saya NEG 1-pulang dahulu.
`Saya tidak pulang dulu.`

Peue kèe jeuet ku-jak keudèh
Apa aku bisa 1-pergi ke sana
`Bolehkah saya pergi ke sana`
Kamoe meu-meuen bhan di blang.
Kami 1-main           bola di sawah.
`kami bermain sepak bola di sawah`.

Geutanyoe bèk ta- jak beh.
Kita           jangan 1-pergi ya.
`kita jangan pergi, ya`.

Kah bèk galak that         ka-cok-cok       ata gob.
Kau jangan suka sangat  2-ambil-ambil punya oang.
`kau jangan suka mengambil punya orang`.

Di gata ta-woe laju.
FS anda 2-pulang terus.
`Anda pulang terus`

Droeneuh neu-koh-koh           kayèe nyoe siat.
Anda          2-potong-potong    kayu ini sebentar.
`Anda ptong-potong sebentar kayu ini`.


(2) Tinjauan Sintaksis
    Verba bahasa Aceh adalah kata yang dapat bervalensi dengan hana atau h`an `tidak`. Berdasarkan verba itu itu tinjauan sintakasisnya dapat dilihat sebagai berikut.

Lôn hana lôn-cok.
Saya NEG 1-ambil.
`saya tidak mengambil`.

Jih hana ji-koh kayèe nyan.
Dia NEG3-potong kayu itu.
`Dia tidak memotong katu itu`.

Kèe h`an ek      ku-jak keunan.
Aku NEG mau 1-pergi ke situ.
`aku tidak mau pergi ke situ`.

(3) Tinjauan Semantis
    Verba bahasa Aceh mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses atau keadaan. Verba meurunoe `belajar` mengandung makna perbuatan . verba beureutoh `meledak` mengandung makna proses. Verba galak `suka` mengandung makna keadaan. Selain tiga contoh verba bahasa Aceh di atas, dalam bahasa Aceh juga mempunyai bentuk prefiks yang dapat membentuk kata kerja. Bentuk-bentuk prefiks yang dapat membentuk kata kerja itu anatara lain sebagai berikut.
(a) prefiks beu-/bu-
    Prefiks ini mempunyai makna menyatakan harapan seperti yang dinyatakan kata dasar. Makna yang menyatakan harapan dapat diperhatikan sebagai berikut.
`beugleh`               bermakna      `harus bersih/ hendaknya bersih`
`bubandum`           bermakna      `harus semua/ hendaknya semua`
`Beuuroe nyoe`      bermakna       `harus hari ini/ hendaknya hari ini`
  
(b) prefiks meu-/mu-
    Prefiks ini mempunyai makna “mempunyai, memakai atau menggunakan, mengusahakan, membubuhi atau mengandung, mengucapkan, menyerupai, melakukan pekerjaan, mencari atau mengumpulkan, serta mempunyai makna banyak”. Kata-kata yang mempunyai makna tersebut di atas dapat di lihat sebagai berikut.
`meucabeung `            bermakna         `mempunyai dahan`
`meukupiah`                bermakana       `memakai atu mengenakan peci`
`meulampoh`               bermakna         `mengusahakan atau berkebun`
`meugeutah`                bermakna                `membubuhi atau mengsandung getah`
`meudua`                     bermakna                `menngucapkan atau berdoa`
`meu-aneuk miet`        bermakna                `menyerupai atau seperti anak-anak`
`meukuli`                     bermakna                ` sebagai buruh`
`meu-unoe`                  bermakna                ` mencari atau mengumpulkan madu`
`meukudo-kudo`          bermakna                ` berkodi-kodi (banyak)`

(c) prefiks peu-/pu-
         Prefiks peu-/pu- dalam bahasa Aceh mempunyai arti ”memberi atau membubuhi, memakai atau menggunakan, menyatakan keadaan, membuat jadi, menyapa, dan memastikan”. Kata yang mengandung makna tersebut dapat diperhatikan sebagai berikut.
`peusira`                             bermakan             `memberi atau membubuhi garam`
`peulembeng`                      bermakna             `memakai atau menggnakan lembing`
`geupeuluah`                       bermakna              `diperlebar (keadaan)`
`geupeudua`                        bermakna              `membuat jadi dua`
`jipeu-abuwa`                      bermakna              `menyapa sebagai paman`
`neupeusingoh`                    bermakna              `memastikan besok`

(d) prefiks neu-
    Prefiks neu-  dalam bahasa Aceh mempunyai makna  “menyatakan hasil pebuatan,  menyatakan benda sebagai alat, dan menyatakan tempat. Kata-kata yang mempunyai makna tersebut di atas dapat diperhatikan berikut ini.
`neukue`               bermakna               `menyatakan hasil ikatan`
`neucob`               bermakna               `menyatakan sebagai jaitan`
`neuduek`             bermakna               `menyatakan tempat duduk`

    Berdasarkan tiga tinjauan di atas dapat dikatakan bahwa prefiks veba bahasa Aceh merupakan sebagai salah satu morfem yang sangat produktif dalam pembentukan kata berimbuhan. Morfem-morfem terikat tersebut bagaimana fungsi dan maknanya secara terperinci dapat dilihat pada pembahasan penelitian ini.


METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis  Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Pendekatan ini  dilakukan dengan merekam secara segala gejala atau fenomena yang dilihat atau didengar, baik melalui wawancara walaupun mendengarkan langsung tuturan bahasa yang sedang diteliti. Untuk mendeskripsikan secara terperinci hasil penelitian ini, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.



1.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik cakap semuka. Teknik ini diwujudkan dengan percakapan langsung tatap muka antara peneliti dengan informan. Percakapan dikendalikan dan diarahkan oleh peneliti sesuai dengan kepentingan untuk memperoleh data selengkapnya (Sudayanto. 1988: 7-9). Oleh karena itu, data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik berikut:

(1)    Perekaman, yaitu peneliti merekam percakapan-percakapan informan.  Perekaman dilakukan dalam suasana santai dan tidak diketahui oleh informan.
(2)    Elisitasi, yaitu peneliti memancing data dan informan apabila data yang diperoleh diragukan kebenarannya. Data tersebut langsung dicatat dalam korpus.
(3)    Introspeksi, yaitu peneliti memeriksa data berdasarkan pengetahuan kebahasaan peneliti. Hal ini dapat dibenarkan karena peneliti penutur asli bahasa yang sedang diteliti.

2.    Sumber Data
Data penelitian diperoleh dari informan. Informan penelitian ini adalah penutur asli bahasa Aceh. Penutur asli bahasa Aceh itu harus mempunyai syarat-syarat:

(1)    Suku Aceh
(2)    Menguasai berbahasa Aceh
(3)    Berumur 20-65 tahun
(4)    Sehat jasmani dan rohani

3. Teknik Penganalisisan Data
Data penelitian ini dianalisis berdasarkan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural dan pendekatan semantis. Pendekatan tersebut merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan penelitian bahasa.  (Sudaryanto,  1986:
12-16). Penerapan kedua pendekatan tersebut untuk menganalisis data diterapkan langkah-langkah berikut:
(1)    Seleksi data; dilakukan untuk memilih dan menjaring data sehingga diperoleh data yang benar-benar sahih dan handal.
(2)    Klasifikasi data; dilakukan untuk memilih dan mengelompokkan data berdasarkan jenis dan macamnya.
(3)    Penyajian data; dilakukan dalam bentuk deskripsi, yaitu pemerian dalam bentuk kalimat yang jelas dan benar.


HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Prefiks Verbal Bahasa Aceh
Prefiks (awalan) dalam bahasa Aceh tidak sama dengan prefiks dalam  bahasa-bahasa lain. Prefiks bahasa Aceh selain berfungsi sebagai awalan biasa ada juga prefiks yang merupakan persesuaian pronomina (agrement) yang membentuk kata kerja tertentu.

1.1 Frefiks verbal biasa dan maknanya
1.1.1 Frefiks meu-/mu-
Frefiks meu-/mu- dalam bahasa Aceh digunakan untuk membentuk kata kerja. Frefiks meu- digunakan di depan kata dasar yang huruf pertamanya selain b, p, m, dan w digunakan frefiks mu-.
Frefiks meu- dalam bahasa Aceh tidak mengalami perseugauan seperti halnya bahasa Indonesia jika diserangkaikan dengan kata dasar. Fungsi awalan meu-/ mu- sangat produktif dalam bahasa Aceh. Hampir semua kata dapat diikat dengan awalan-awalan tersebut antara lain, kata benda, kata kerja, kata ganti orang, kata bilangan, kata sifat, dan kata keterangan.




1.    Fungsi awalan meu- /mu- di depan kata benda.
a    Membentuk kata kerja yang bermakna mengandung unsur seperti yang tersebut pada kata dasarnya
-    Kayè nyan meugeutah.
Kayu itu bergetah.
-    Gobnyan geujeb ie meuracôn.
Orang itu minum air beracun.

b    Membentuk kata kerja yang bermakna mempunyai
-    Bôh drien mupangsa.
Buah durian berpangsa.

-    Bak kayè nyan meucabeueng dua.
Batang kayu itu bercabang dua.

c    Membentuk kata kerja bermakna mengusahakan
-    Thôn yang ka likot le ureung meulampôh di sinan.
Tahun yang lalu banyak orang berkebun di situ.
-    Gobnyan hana geumublang thôn u keu.
Orang itu tidak bersawah tahun depan.

d    Membentuk kata kerja bermakna menggunakan/ memakai
-    Ureung nyan meukupiyah itam.
Orang itu berkupiyah hitam.
-    Dara barô nyan meucadai.
Pengantin perempuan itu bercadar.
e    Membentuk kata kerja bermakna mengucapkan
-    Aneuk yatim nyan meudu’a bak jerat yah.
Anak yatim itu berdoa di kuburan ayah.
-    Ureung nyan meusumpah nyan kön pancuri.
Orang yang bersumpah itu bukan pencuri.

f    Membentuk kata kerja bermakna menyerupai
-    Ureung nyan but meuaneuk miet that.
Orang itu bertindak seperti anak-anak.
-    Bak duk di sinan meuraja that.
Duduk di situ seperti raja besar.

g    Membentuk kata kerja bermakna melakukan pekerjaan
-    But meudukun ramè that di gampong nyan.
Pekerjaan berdukun ramai sekali di kampung itu.
-    Gob nyan gejak meugurè bak teungku nyan.
Orang itu pergi berguru pada tengku itu.

h    Membentuk kata kerja bermakna mengumpulkan/ mencari yang tersebut pada kata dasar
-    Tajak meuunoe beuna taba pawang.
Kita mencari madu harus bawa pawang (nya).
-    But ureung nyan meurusa sabé.
Pekerjaan orang itu berburu rusa selalu.

i    Membentuk kata kerja bermakna banyak
-    Ka meujeum-jeum taprèh gôhlom trôh.
Sudah berjam-jam kami tunggu belum datang (juga).
-    Bantuan meumoto-moto diangkot u Aceh.
Bantuan bermobil-mobil diangkut ke Aceh.

2.    Fungsi awalan meu-/ mu- di depan kata kerja
a    Membentuk kata kerja bermakna melakukan perbuatan atau pekerjaan
-    Bèk meuseurapa sabé.
Jangan memaki selalu.
-    Sabé kah meudo’a raya-raya.
Selalu kamu berdoa kuat-kuat.
b    Membentuk kata kerja bermakna tidak sengaja
-    Gakigeuh meusipak batè buno.
Kakinya tersandung batu tadi.
-    Karoh meujampu saka ngon sira bunoe.
Sudah tercampur gula dengan garam tadi.

c    Membentuk kata kerja bermakna melakukan pekerjaan berbalasan
-    Bek meupaké sabé ngon saudara.
Jangan bertengkar selalu dengan saudara.
-    Piasan leumoe meupök jino ka dilarang.
Pertunjukan adu sapi sekarang sudah dilarang.

3.    Fungsi awalan meu-/ mu- di depan kata sifat
Membentuk kata kerja bermakna menyerupai
-    Mukajih ka meuie breuh lawét nyoe.
Muka dia sudah bersinar selama ini.
-    Badan jih meusinga that.
Badan dia seperti singa/kuat.

4.    Fungsi awalan meu- / mu- di depan kata bilangan
Membentuk kata kerja bermakna kira-kira
-    Meusiploh droe ka èk taböt moto nyan.
Kira-kira sepuluh orang sudah sanggup mengangkat mobil itu.
            -    Meulimong droe kajét nyoe tajak meurusa.
                 Kira-kira lima orang sudah bisa kita berburu.

5.    Fungsi awalan meu-/ mu- di depan kata keterangan bermakna seandainya / kalau/ hingga.
-    Meusingoh han tentè lheh but nyan.
Hingga besok belum tentu selesai pekerjaan itu.
            -    Meuenteuk malam han tentè dipiyôh ujeun.
                  Hingga nanti malam belum tentu reda hujan.
1.1.2 Frefiks peu-/pu-
Frefiks peu-/ pu- dalam bahasa Aceh digunakan secara bersamaan. Peu- dapat berubah menjadi pu-. Apabila digunakan di depan kata dasar yang diawali selain huruf p, b, m dan w, maka peu- menjadi pu-. Frefiks peu- tetap digunakan peu- apabila digunakan di depan kata dasar selain berhuruf p, b, m, dan w.

1)    Fungsi peu - di depan kata benda
a.    Membentuk kata kerja bermakna memberi.
-    Ka peusira engkôt nyan sigö!
Tolong kamu garami ikan itu!
-    Soe peucampli madu barô bak jalan.
Siapa memasukkan cabai ke mulut madunya kemarin di jalan.

b.    Membentuk kata kerja dalam arti memakai / menggunakan.
-    Ureung ceumeucu nyan jipeureuncông.
Pencuri itu ditikam dengan rencong.
-    Bui nyan geupeulimbèng beuklam.
Babi itu dibunuh dengan lembing tadi malam.

2)    Fungsi awalan peu- di depan kata kerja, membentuk kata kerja bermakna melakukan pekerjaan
-    Bèk kapeudeuk sikin baranggapat.
Jangan kamu letakkan pisau sembarangan.

-    Rumoh nyan geupeudông to jalan.
Rumah itu didirikan dekat jalan.

3)    Fungsi awalan peu– di depan kata sifat.
a.    Membentuk kata kerja bermakna menyatakan keadaan
-    Jalan nyan ka jipeuluah.
Jalan itu sudah diperlebar.
-    Bèk neupeupaneuk ukuran nyan.
Jangan diperpendek ukuran itu.
1.1.3 Frefiks neu–
Dalam bahasa Aceh terdapat tiga buah neu-, dua sebagai awalan dan satu sebagai proklitik. Awalan yang dimaksud di sini ialah awalan biasa atau morfem terikat. Berbeda dengan awalan meu-, awalan neu-, tidak pernah menjadi nu-.
Awalan neu-, tidak dapat dipertukarkan dengan sisipan -eun-. Kata-kata yang mulai dengan fonem pertama /h, /I/, /ng/, /r/, /e/, dan /u/ dapat dilekatkan awalan
 peu-, sedangkan kata yang dimulai dengan fonem yang lain tidak dapat diimbuhkan awalan peu-.
Contoh:
neuhui ‘helaan’, peuhui         → peuneuhui ‘penghelaan’
neulet ‘kejaran’, peulet         → peuneulet ‘pengejaran’
neungui ‘dandanan’, perungui    → peuneungui ‘pendadanan’
neunoh ‘pasungan’, peunoh         → peuneunoh ‘pemasungan’

neurut ‘ikatan’, peurut         → peuneurut ‘pengikat’
neuek ‘naikan’, peuek’         → peuneuek ‘peungiriman’
neu-uem’pelukan’, peu-uem         → peuneuuem ‘pemelukan’

Contoh di atas dapat dibandingkan dengan contoh berikut.
koh     → neukoh/keuneukoh ‘pemotongan’
gom    → neugom/geuneugom ‘penangkupan’
mat     → neumat/meuneumat ‘pegangan’
bri     → neubri/beuneubri ‘pemberian’

1.1.4 Frefks teu- dan keu-
Frefiks teu- membentuk kata kerja pasif tak berpelaku. Dalam bentukan ini sering dipertukarkan dengan meu-. Pertukaran itu dapat dilihat pada contoh kata teusie dan meusie. Di depan kata benda awalan teu- bermakna kena atau ditimpa atau menyatakan kesengajaan.
Apabila di depan kata kerja awalan teu- membentuk makna serta merta, kesanggupan, perumpamaan, dan ketidaksengajaan. Contoh kata yang bermakna seperti tersebut dapat dilihat pada kata teukhem, teume, teuseuba, dan teusinggong.

1.1.5 Frefiks Verbal Pronomina
Frefiks verbal bahasa Aceh yang merupakan persesuaian (aggrement) pronomina dilakukan untuk menyatakan kata kerja untuk menyatakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pertama tunggal, orang pertama jamak, orang kedua tunggal, orang kedua jamak, orang ketiga tunggal, dan orang ketiga jamak.
Frefiks persesuaian pronomina persona pertama tunggal terdiri atas lôn-, ku-. Frefiks persesuaian pronomina persona pertama jamak terdiri atas meu-, ta-. Frefiks persesuaian pronomina kedua tunggal terdiri atas ka-, ta-, dan neu-. Frefiks persesuaian pronomina kedua jamak juga terdiri atas ka-, ta-, dan neu-. Frefiks persesuaian pronomina ketiga tunggal terdiri atas ji- dan geu-. Frefiks persesuaian pronomina ketiga jamak juga terdiri atas ji- dan geu-. Frefiks tersebut di atas membentuk kata kerja yang menandai kesesuaian dengan pelaku pekerjaan yang dinyatakan oleh kata kerja itu. Frefiks-frefiks tersebut dapat dilekatkan pada kata kerja, namun akan berbeda makna tergantung frefiks apa yang melekatkannya.


KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan temuan penelitian ini, kesimpulan dan saran dikemukan sebagai berikut.
Kesimpulan
(1)    Frefiks verbal bahasa Aceh terdiri atas dua macam yakni frefiks verbal biasa dan frefiks verbal persesuaian pronomina.
(2)    Frefiks verbal bahasa Aceh dapat terjadi morfofonemik atau mempunyai alomofnya pada beberapa frefiks, seperti meu- dan peu-.
(3)    Frefiks teu-, dan frefiks persesuaian pronomina persona tidak mempunyai alomofnya.
(4)    Makna yang dinyatakan oleh frefiks verbal bahasa Aceh sangat berbeda dengan frefiks verbal dalam bahasa lain.
(5)    Makna yang ditimbulkan oleh frefiks verbal dalam bahasa Aceh sangat beragam.
(6)    Frefiks verbal persesuaian pronomina merupakan keunikan dalam bahasa Aceh.

Saran-Saran
(1)    Penggunaan frefiks verbal bahasa Aceh perlu disosialisasikan baik pengucapan maupun penulisannya.
(2)    Frefiks persesuaian pronomina dalam bahasa Aceh perlu digunakan secara benar dan konsisten.
(3)    Perlu diadakannya standarisasi frefiks verbal dalam bahasa Aceh.



DAFTAR PUSTAKA


Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

De Saussure, Ferdinand. 1996. Caurse de Linguistique Generale (Pengantar Linguistik Umum). Terjemahan Raliayu S. Ridayat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Djajasudarma, I. Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: Eresco.

Djunaidi, Abdul. 1992. Morfosintaksis Bahasa Aceh: Analisis Tipologi Sintaksis. Tesis Unpad.

Djunaidi, Abdul. 1996. Relasi-relasi Gramatikal dalam Bahasa Aceh: Satu Telaah Berdasarkan Teori Tata Bahasa Relasional. Disertasi Unpad.

Dune, Mark. 1985. A Grammar of Acehnese on the Basic of Dialect North Aceh. Bordrech: Foris Publication.

Fromkm, Victoria and Robert Rodman. 1993. An Introduction to Language: Fifth Edition. USA: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Hanafiah, M. Adnan dan Ibrahim Makam. 1983. Struktur Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Kridalaksana, Harimurti. 1995. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia: Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2000. Kamus Linguistik: Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia.

Matthews, P.R. 1979. Morphology: An Introduction to the Theory of Word Structure. Melbourne: Cambridge University Press.

Ramlan. 1997. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sudaryanto. 1985. Linguistik: Esai tentang Bahasa dan Pengantar ke dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik: Bagian Pertama. Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Bagian Kedua. Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto. 1989. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sulaiman, Budiman. Bahasa Aceh. Bireuen: Pustaka Mahmudiah.

Verhaar, J.W.M. 1999. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.

Written By Unknown on Minggu, 14 September 2014 | 07.42

Pelaut Senja

Karya: Syah

 


Senja, apa kau pernah mendengar rintihan hati seseorang yang sedang terluka? Apa kau pernah merasakannya jua? Kurasa tidak. Kau hanya bisa tersenyum. Sebab setiap petang burung-burung itu berformasi indah di depanmu, setiap petang laut itu menyambut indah dirimu, dan juga setiap petang anak-anak itu berlarian girang kala siluet merah datang. Dan kau tiba membungkusnya. Semua diam tanpa bahasa.

Apa kau tahu arti kehilangan? Tidak. Kau tak tahu sama sekali. Apa kau pernah merasa dicintai? Ah, kalau itu. Kuyakin saat pertama kau dicipta pasti ada. Tapi, apa kau pernah tahu betapa padihnya hati manusia ini yang setiap petang kala kau datang menatap sayu lautan biru yang mulai kemerahan? Tidak juga. Kau tak akan pernah merasakan itu. Sebab hidupmu sempurna, tak cacat secuil pun.

Sekarang akan masuk bulan keberkahan yang ke lima. Dan aku masih belum bisa menepis sedih ini. mereka tetap saja menghinaku, mengolokku, dan juga mengataiku. Tiga tahun yang lalu aku dikatai lagi. Aku ini anak yang ditinggal Ayah. Tapi aku diam. Namun hatiku menangis. Bukan sebab perkataan itu, tapi benar Ayahku hingga saat ini belum juga kembali.
“Ayahmu tak akan pulang lagi.” Ucap si Uja, anaknya Bang Udi. Aku hanya diam saja.
“Kau tak akan pernah disayangi seorang Ayah.” Ujarnya lagi sambil ketawa dan pergi. Dan aku masih tak bersuara. Hanya menatap anak itu tajam.

Senja, bicaralah satu patah kata. Aku ingin mendengar suaranmu yang kata mereka kau indah bak merak. Cobalah kau beri aku saran terbaik dari masalah ini. Ah, apa kau sama seperti si Uja? Yang bisa tertawa kala orang menderita? Kalau begitu, aku percuma terus berkeluh di sini, menunggumu bicara. Kau sama saja. Atau jangan-jangan kau juga pasti menyangka aku betul Anak yang ditinggal pergi Ayah. Sebab kau tak pernah melihat Aku ke sini bersama Ayahku.

***
“Apakah Ibu mencintai Ayah?”
Ibu menoleh, saat aku bertanya itu. Dan Ia mengangguk sambil tersenyum hingga terlihat jelas lesung pipitnya.
“Lantas kenapa Ibu melepaskan Ayah pergi?”
Senyumnya terkatup.

“Ayahmu pergi berkerja.” Ucapnya lirih.

“Kerja di mana? Kenapa gak pulang-pulang? Apa Ibu bertengkar dengan Ayah? Atau Ibu mengusir Ayah? Jangan-jangan Ayah sudah meni_”
“Cukup...!”

Kalimatku dipotong Ibu. Raut wajahnya kusut dan keruh. Ia sepertinya tersinggung oleh ucapku yang  bertubi-tubi. Lalu Ibu masuk ke dalam kamar tanpa menolehku lagi. Apa Ibu marah padaku? Aku tak tahu.

Kala pagi yang cerah tiba, aku meminta maaf pada Ibu. Aku tak sepatutnya buat Ia tersinggung. Bagaimana jika Ia nanti pergi? Aku akan tinggal sendiri, dan si Uja akan bilang aku apa lagi. Mungkin Ia akan gelariku dengan Anak malang yang ditinggal pergi Ibu dan Ayah. Sebab, kedua orangtuaku meninggalkanku.

“Bu, aku minta maaf atas ulahku semalam.”

Ibu tersenyum manis. Dan memaafkanku. Mungkin itulah yang membuat Ayah jatuh cinta padanya. Gadis lembut, manis, dan penyayang. Tapi, kenapa Ayah bisa pergi?  Pertanyaan itu hadir lagi. Aku cepat-cepat mebuangnya jauh-jauh. Aku tak ingin di pagi yang cerah ini mendung oleh pertanyaanku yang membuat ibu tersinggung.

Ibu memasak makanan istimewa pagi ini. Dengan gorengan ikan tangkapanku subuh tadi. Kami makan hanya dengan ikan dan nasi. Sebelumnya hanya nasi dan garam. Meski hidup kami sederhana dan tak sekaya si Uja, setidaknya kami bisa bahagia, walau pertanyaan tentang Ayah kerap tiba dan tak juga bisa luput dari memori otakku. Setelah makan aku pergi mencari kayu bakar, setelah itu aku melaut hingga senja tiba. Aku baru pulang. Namun, setiap kali senja datang, aku selalu saja ingin bertanya padanya perihal Ayahku yang pergi beberapa tahun silam lewat laut ini.

Waktu itu, aku masih  duduk di bangku sekolah. Karna Ayah masih ada, jadi ada yang membiayaiku hingga selesai. Namun kini, Ia tak ada, dan aku harus mengubur dalam-dalam mimpiku untuk kuliah ke kota. Dan aku jadi seorang pelaut senja, sebab aku pulang hingga senja. Beda dengan pelaut lain, yang pulang saat matahari masih tinggi.  

Tepat di ujung tumpukan bebatuan itu, aku dan Ibu mengantar Ayah pergi bersama pelaut lain entah ke mana. Aku tak bisa bertanya kepada Ibu ke mana Ayah pergi. Sebab kala itu, air wajah Ibu tak pernah cerah. Sedih tak bertuan. Namun keesokkan harinya Aku beranikan diri bertanya. Namun Ibu tak menjawab. Ia hanya diam dan mengusap lembut rambutku sembari berbisik ke telingaku, “Anak yang baik itu, tak akan pernah bertanya perihal yang membuat Ibunya  sedih.” Dengan lirih aku mendegar kalimat Ibu.

Sejak saat itu, aku bungkam tentang kepergian Ayah. Aku tak ingin bertanya lagi. Karna Aku tak ingin Ibu sedih, apalagi pergi. Aku hanya punya satu Ibu di dunia ini. Dan Apalah arti hidup tanpa Ibu, ibarat biduk tanpa dayung. Tak ada guna. Dan tak akan bisa mengarahkan jalan. Dibawa arus entah ke mana.

***
Senja, kau tahu. Sepulang ku melaut. Aku entah kemasukan setan apa. Tiba-tba hatiku resah hendak pulang cepat dan bertanya pada Ibu perihal Ayah. Kala itu, kampung ini mendung dan sesaat kemudian dibungkus hujan. Dengan derasnya hujan yang menghujam atap rumah tuaku. Aku bertanya pada Ibu yang sedang merajut. Ia tersenyum padaku, aku tak membalas, lantasku lepas pertanyaan pedas dengan nada sedikit keras.

“Ibu. Kenapa Ayah pergi?” Senyumnya terkatup.

“Aku tak ingin dikatai lagi Anak ditinggal Ayah. Kenapa waktu itu Ibu biar Ayah pergi? Apa Ibu yang menyuruhnya pergi? Kenapa Ibu? Jawab ...Bu!!!”  Ibu memandangku tajam. Sepertinya Ia benar-benar marah.

“Ayah kau pergi demi Ibumu yang lain.”

Itu jawaban Ibu. Yang begitu tajam hingga ke hulu hatiku.

“Apa? Ayah pergi karna...??”

“Iya... Ayahmu pergi karna wanita lain. Sekarang terserah kau. Kau hendak susul dia, silahkan. Atau kau hendak Ibu yang pergi? Hah...???” 

Senyap sesaat, lalu Ibu pergi dalam hujan itu. Ia buang rajutannya.  Ia belah hujan. Dan aku sangat ketakutan. Aku tak ingin ibu pun pergi. Aku kejar Ibu dalam hujan malam itu. Aku kehilangan ia sesaat, namun aku terus mencari dan kutemui Ia sedang berdiri di atas bebatuan menatap gelap lautan malam. Tepat di tempat kami melepas kepergian Ayah.

    “Ibu. Aku minta maaf. Ibu jangan pergi dariku. Aku tak ingin Ibu pergi.” Aku memeluk erat Ibuku yang basah oleh hujan dan air mata. Dan seperti biasa, ia tersenyum dengan lesung pipinya yang manis itu. Lalu berbisik ke telingaku.

“Ibu sayang kamu!”
Banda Aceh, 7 Juni 2013.


Syah; Mahasiswa PBSI

Lagu Gerimis

Written By Unknown on Jumat, 12 September 2014 | 05.20

Budi Arianto, S.Pd., M.A.
Lagu Gerimis
Karya Budi Arianto

Seperti malam-malam  lumpuh
aku lepuh pada lenguh panjang
saat kau bisikkan penggalan irama pedih
sepedih lagu gerimis memecah sunyi
dalam kesunyian

ini semacam tangis yang tinggal getar
mengantar hening penuh keheningan
menyaru kabut setelah larut
begitulah lagu gerimis mengeja diri
mengeja aku
dalam Rindu

Banda Aceh, November 2013

Di Bibir Malam

Waktu jua mengantar senja
perlahan pandangan kian mengabur
begitulah sebuah perjalanan
hingga tiba di bibir malam
Banda Aceh, November 2013

Menuju Laut  
  
(Mengenang Alm. M. Nurgani Asyik)
  
Menuju laut
bayang dan keniscayaan saling memagut
semacam kabut menggayut pada sampan
memburu angan
rahasia gelombang dan batu karang

Menuju laut
mengayuh peluh
entah dimana  akan berlabuh
sebab  malam betapa sempurna
memeluk gelap
menelan matahari
di antara ombak, riak dan awan hitam
segalanya begitu samar
dalam kesetiaan dan keganasan
pelayaran begitu menggetarkan

Menuju laut 
mengenangmu
adalah lagu sunyi dalam hening gemuruh ombak dan tarian  ikan
semacam syair yang selalu kau gumamkan sepanjang malam:

“ada yang berjalan, membawa harum badan,
mencari terus mencari,
menuju satu bayang...”*

Banda Aceh-Yogyakarta,  1995-2008

* Dari naskah drama: “Dunia: Persemayaman Agung” karya M. Nurgani Asyik

* Budi Arianto: tinggal di Ceurih, Ulee Kareng, Banda Aceh. Pengajar di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah Banda Aceh, menyelesaikan studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana, UGM Yogyakarta.  Sajak-sajaknya terangkum dalam Seulawah: Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (1995), Aceh dalam Puisi (2003).

Terima Aku

Written By Unknown on Kamis, 11 September 2014 | 09.11

Ilustrasi 


Film Ridha Allah Ridha Orang Tua

Ilustrasi



Hanya Debu Melepas Rindu

Hanya Debu Melepas Rindu
Karya Budi Arianto

Barangkali ini cara melepas rindu
setelah semusim memintal gelisah
pada pengembaraan masing-masing

“Kau sedang mabok tarian cinta,
sedang aku masih membangun rumah
dalam senyap cahaya”
                          
        II
Barangkali ini cara melepas rindu
beku dalam hening sebelum malam
selain angin menampar-nampar rerumputan
mencatat segala resah memaknai perjalanan pulang

“Bukan waktu  membuat kelu,
tapi kenyataan membuat segala ada”
                       
        III
Barangkali ini cara melepas rindu
semacam kisah pejalan malam di persimpangan
sepakat tanpa kata
sementara kebisuan membelenggu sunyi

“Tak ada kata, tak ada cinta
selain kita yang menghamba,
kita yang merindu”

        IV
Barangkali ini cara melepas rindu
diam-diam menggenggam janji
menenteng gundah sepanjang musim
sambil mengeja waktu
kelak bertemu pada sesuatu

“Hanya debu tak lebih dari itu
begitulah kau menyebut aku”

Taman Budaya Banda Aceh, 2009

Izinkan Aku Mendekapmu Cinta

Biar duri tak lagi menjelma mawar
hingga dahan  tubuhku rapuh
luluh dalam dekapan purba
kelopak terhempas lepas
berayun ditimpa angin senja
dingin dan pucat
masih pantaskah kusebut cinta

Biar duri tak lagi menjelma mawar
seperti burung-burung kehilangan gaduh
kepak sayap merayap-rayap
senyap mengantar malam
masih pantaskah kusebut cinta

Biar duri
Biar mawar
Ijinkan aku mendekapmu Cinta

Banda Aceh, 2013

* Budi Arianto: Penyair tinggal di Ceureh, Ulee Kareng, Banda Aceh. Tercatat sebagai staf pengajar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah Banda Aceh, menyelesaikan studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pasca Sarjana, UGM Yogyakarta.  Beberapa sajaknya dipublikasikan dalam berbagai media. Sajak-sajaknya terangkum dalam L.K. Ara, Taufik Ismail, dan Hasyim KS (ed.) Seulawah: Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (1995), Aceh dalam Puisi (2003). Email: jkma.budi@gmail.com, budi_art@yahoo.com.

Universitas Syiah Kuala

Unsyiah

Gemasastrin

Image and video hosting by TinyPic

Balai Bahasa Banda Aceh

Balai Bahasa Banda Aceh
 

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Alamat: jalan Tgk. Hasan Krueng Kale, No. 5, Darussalam, Banda Aceh.